Kamis, 20 September 2012

common rail - by hengqhy


Common Rail, Dewa Mesin Diesel Terkini

                                


BOSCH
Mesin common rail dari Bosch
TEKNOLOGI “Common Rail” bak dewa bagi mesin diesel modern. Dengan common rail, mesin diesel masuk ke mobil-mobil kelas eksklusif atau mobil-mobil premium seperti Jaguar dan BMW Seri 7. City car juga tidak luput dari godaan mesin diesel dengan teknologi terbaru tersebut.
Sebagai contoh, Fiat sudah berhasil membuat mesin diesel  1.300 cc bertenaga 70 hp dengan konsumsi bahan bakar 3-4 liter/100 km atau rata 25 km/liter. Jadi mesin diesel bukan lagi hanya milik komunitas truk dan bus berukuran besar atau alat-alat berat dan kapal.
Di Indonesia juga sudah ada beberapa ATPM menjajakan kendaraannya dengan mesin diesel common rail. Mulai dari double cab sampai minivan menengah, seperti Kijang Innova. Sayangnya, konsumen kendaraan bermesin diesel common rail kesulitan mendapatkan bahan bakar sesuai dengan standar yang telah ditentukan produsennya.
Pasalnya, Pertadex yang saat  ini cuma dipasarkan oleh Pertamina, makin sulit diperoleh. Di samping itu, harganya paling mahal dibandingkan dengan bahan bakar minyak lain. Padahal di Jerman, bahan bakar diesel moderen di bawah harga bensin terbaik.
Karena itulah, konsumen rela merogoh kocek lebih banyak untuk mendapat kendaraan bermesin diesel. Sebab, setelah dua tahun, mereka akan kembali mendapatkan nilai ekonomisnya dibandingkan mobil bermesin bensin.                             



Diesel vs Bensin 
Sebelum mendalami common rail, kita bahas dulu tentang mesin yang digunakan secara umum sekarang ini berdasarkan bahan bakar minyak. Untuk ini, hanya ada dua jenis, yaitu bensin dan diesel atau kita menyebutnya solar.
Di kalangan orang teknik, mesin diesel dikenal dengan CI (compression ignition) atau mesin dengan penyalaan kompresi. Sedangkan mesin bensin disebut  SI (spark ignition), mesin dengan penyalaan bunga api (busi).                             
Pada mesin diesel, pembakaran dipicu oleh udara yang dimampatkan atau dikompresi di dalam silinder.  Akibat pemampatan itu, tekanan udara menjadi sangat tinggi. Begitu juga suhunya, mencapai   titik bakar solar.  Karena itu, begitu solar disemprotkan ke udara itu,   langsung terbakar. Dengan cara ini, mesin diesel tidak  memerlukan sistem penyalaan atau percikan bunga api.
Untuk mendapatkan tekanan tingi itu, perbandingan kompresi  harus  tinggi.  Untuk mesin diesel,   berkisar  16 – 25: 1. Sedangkan  mesin bensin  6 - 12 : 1. Perbandingan kompresi   menentukan efisiensi kerja mesin. Makin tinggi perbandingan kompresi,  lebih efisien sebuah mesin. Meski begitu, perbandingan kompresi tidak bisa ditentukan begitu saja. Harus juga mempertimbangkan sifat dan kualitas bahan bakar yang  akan digunakan
Diesel Common Rail vs  Diesel Konvensional
Perbedaan antara mesin diesel modern, common rail dengan konvensional adalah cara memasok bahan bakarnya. Terutama, komponen yang berada antara pompa injeksi dan  injektor. Ada dua komponen utama di sini, yaitu pompa injeksi atau mekanik awam menyebutnya  Bosch pump dan  injektor.
Cara kerja common rail sama  konsep hidup bersama. Dalam hal ini, semua injektor yang bertugas memasok solar langsung ke dalam mesin, menggunakan wadah atau rel yang sama. Caranya sama dengan yang digunakan pada sistem injeksi bensin.  Sedangkan mesin diesel konvensional, setiap injektor mendapatkan pasokan solar sendiri-sendiri langsung dari pompa injeks. Tekanan bahan bakar  dalam rel  sangat tinggi. Sekarang, yaitu common rail generasi ke-3, tekananya sudah mencapai 1800 bar.  Kalau dikonversi ke PSI yang masih digunakan sekarang menjadi 26.100 PSI. Bandingkan dengan tekanan ban 30 PSI. Atau tabung elpiji 25 bar dan CNG 200 bar.
Dengan tekanan setinggi tersebut, pengabutan yang dihasilkan tentu saja semakin bagus. Pembakaran yang dihasil menjadi lebih dan kerja mesin makin efisien.
Apakah Teknologi Super Common Rail itu ?
Para ahli mesin Isuzu mengembangkan teknologi baru bernama super common rail atau disebut juga high pressure common rail. Kelebihan teknologi ini adalah mampu menghasilkan tekanan bahan bakar lebih tinggi dibandingkan teknologi sebelumnya, common rail. Hasilnya, konsumsi bahan bakar diklaim lebih hemat 15%, sedangkan tenaga maksimum meningkat dari 130 hp menjadi 136 hp. Begitu pula torsinya yang dikeluarkan merata mulai dari 1.400 hingga 3.400 rpm.
Super common rail merupakan teknologi pasokan bahan bakar mesin diesel generasi ketiga. Teknologi ini memakai tekanan bahan bakar mencapai 180 Mpa (megapascal) atau 1.800 bar. Dengan tekanan tinggi, kondisi bahan bakar saat sampai di ruang bakar sudah memiliki tingkat pengabutan lebih baik. Ini membuat bahan bakar solar menjadi lebih mudah terbakar.
Pengaruh lainnya adalah suara dan getaran mesin lebih rendah. Isuzu mengklaim suara getaran mesin diesel generasi ketiga hanya 46,2 desibel. Tingkat getaran tersebut setara dengan suara mesin bensin yang dipakai sedan.
Bila dibandingkan dengan generasi pertama, memang super common rail lebih canggih. Common rail generasi pertama memakai teknologi tekanan bahan bakar 136 Mpa ( megapascal) atau 1.300 bar, sedangkan common rail generasi kedua menggunakan 160 Mpa atau 1.600 bar.
Karena adanya perubahan teknologi, maka mesin super common rail dilengkapi berbagai komponen baru. Komponen tersebut antara lain Engine Control Moduk (ECM), pompa injeksi, injektor dengan nosel yang lebih halus dan tambahan saringan bahan bakar.
Yang lebih canggih adalah mesin dilengkapi pula dengan fitur super fall-safe system. Fungsinya adalah menganalisis dan mencegah mesin mogok. Aplikasinya bila ada gangguan, mobil masih bisa dijalankan sampai ke bengkel terdekat tanpa harus ditarik mobil derek.
Tujuan utama dari sistem common rail adalah:
  1. Aturan emisi gas buang untuk mesin diesel.
  2. Perbaikan pemakaian bahan bakar.
  3. Mengurangi tingkat kebisingan suara.
  4. Tenaga mesin yang lebih besar.
High Pressure PumpSistem ini menggunakan accumulation chamber yang disebut rail. Pada Chevrolet Captiva Diesel rail memiliki tekanan bahan bakar mencapai 1.600 bar yang berasal dari high pressure pump. Maka umumnya pada diesel berteknologi ini ada dua pompa yang bertugas mengantarkan bahan bakar, yaitu fuel pump yang biasanya terletak pada tangki bahan bakar dan high pressure pump yang memberikan tekanan tinggi pada rail tersebut. Setelah bahan bakar berada pada rail, injector dikontrol secara elektronik oleh solenoid valve yang bertugas menyemprotkan bahan bakar bertekanan tersebut ke dalam silinder. Oleh karena pada seluruh injector tersebut memiliki tekanan yang sama, maka disebutlah common rail.
Rail
Engine Control Module (ECM) bertugas mengkontrol sistem penyemprotan seperti tekanan injeksi, jumlah injeksi, dan timing injeksi. Keuntungan dari kontrol ini:
  1. Tekanan penyemprotan: Memungkinkan penyemprotan tekanan tinggi pada saat putaran mesin rendah dan mengoptimalkan pengurangan partikel gas buang dan NOx.
  2. Jumlah penyemprotan: Memungkinkan adanya penyemprotan awal sebelum penyemprotan utama. Efeknya adalah pengurangan vibrasi dan kebisingan mesin.
  3. Timing penyemprotan: Memungkinkan waktu penyemprotan bisa dilakukan sesuai kebutuhan.
Teknologi common rail yang lebih maju lagi memungkinkan lima kali penyemprotan dalam satu kali putaran piston (stroke).







Berikut gambaran umum sistem common rail
common rail
  1. Fuel Tank
  2. Overall Immersed Pump Complete With Level Indicator Command
  3. Fuel Introduction Pipe
  4. Multifunctional Valve
  5. Cartridge For Diesel Filter
  6. Pressure Pump
  7. High Pressure Connecting Pipe
  8. Allotment Collector
  9. Electronic Injectors
  10. Electronic Injectors Recycle
  11. Return Collector (Low Pressure)
  12. Pressure Regulator
  13. Fuel Temperature Sensor
  14. Fuel Pressure Sensor
  15. Diesel Heater
  16. Heat Switch
TDI pada VW tidak lain adalah sistem EUI (Electronic Unit Injection
System) dimana sistem ini adalah bentuk miniatur dari sistem pompa
injeksi mesin diesel raksasa, dimana 1 pompa utk 1 cylinder 9Unit Pump
System).
Utk mesin Diesel OHC / DOHC, pompa injeksi diletakkan persis di atas
ruang bakar, digerakkan oleh camshaft, bergerak dengan mekanisme Fully
Mechanical & Electronic governed, sistem elektronik hanya mengatur
timing & durasi injeks. Bicara soal disain, honestly di antara sistem VE pump, Common Rail dan EUI, jujur bicara EUI lah yg sebetulnya paling canggih, dimana 1 pompa
utk 1 cylinder, dan sekaligus paling mahal karena Cylinder Head harus
didisain khusus dimana aliran solar menuju pompa injeksi & flow back
dr pompa injeksi melalui alur2 yg dibuat pada Cyl head. Kalau kita analisa, apakah sistem EUI bisa dibuat utk comply Euro 5, CARB atau lebih, jawaban sesungguhnya adalah BISA, tetapi costnya akan mahal, apalagi bila dibandingkan sistem CRD, dimana CRD telah diproduksi secara sgt massal, dimana cost per unitnya akan semakin
murah, tidak memerlukan cyl head yg harus didisain khusus, kasarnya
tinggal "Plug & Play" dengan mapping ECU, ukuran injektor, & dimensi
pompa yg disesuaikan.

Bagi penggemar mesin diesel mekanikal spt babe Kuricang misalnya,
beliau jauh lebih appreciate sistem EUI drpd CRD, terlihat expresinya
ketika saya tunjukkan buku kuning EUI / UIS dr BOSCH, dia baca satu
persatu, dia lihat dng seksama disain pompa injeksi & low pressure
stage fuel pump - nya, lalu dia menangguk anggukan kepala dan berkata
"CAKEP !!". Sayang sekali kalau mesin Diesel EUI suatu saat tidak akan diteruskan
lagi, kita2 di sini belum melihat bagaimana jika mesin EUI (Touareg &
Caravelle) di tuning a'la Rizor, dan Max. 1, RFP, 2B, Free flow filter
bisa di aplikasikan kepada mesin Diesel EUI, walau Max. 1 nya beda
dengan Max. 1 VE Pump kita, harus dibuat khusus terlebih dahulu, lalu
bicara kehalusan mesin, mesin2 VW TDI suaranya juga halussss........
penurunan emisi merupakan isu yang sangat penting dalam perkembangan motor diesel saat ini. Untuk mencapai tujuan di atas, dilakukan berbagai macam cara baik oleh perusahaan otomotif maupun oleh para peneliti. Salah satu yang sedang banyak diteliti pada saat ini adalah Homogeneous Charge Compression Ignition (HCCI) dan Injeksi Ganda (Multiple Injection). Pada penelitian ini diperlukan diesel dengan sistem common rail injection. Bagian yang penting dari common rail injection tersebut adalah sistem kontrol dari common rail injection. Adapun pembuatan sistem kontrol itu terdiri dari perancangan unit kontrol, pembuatan diagram alir, perancangan software dan integrasi sistem. Ketiga proses di atas telah dilakukan dengan hasil prototipe unit kontrol untuk common rail injection. Spesifikasi prototipe di atas bisa digunakan untuk mengontrol lama injeksi dengan range pengukuran 1 degCA dan waktu injeksi -80 degCA sampai +10 degCA berdasarkan sudut engkol dari motor diesel. Sistem kontrol ini bisa terhubung dengan personal komputer melalui serial port sehingga nantinya memudahkan dalam pengontrolan. Kata kunci: HCCI, Commonrail Injection, Motor diesel.
 DEX, Solar Ramah Lingkungan dari Pertamina
Pemilik mobil-mobil bermesin diesel dengan teknologi common-rail kini bisa berlega hati, mengingat pada tanggal 15 Agustus 2005, Pertamina secara resmi akan meluncurkan solar baru yang ramah lingkungan, yang diberi nama PertaDEX, atau Pertamina DEX. DEX adalah kependekan dari diesel environment x-tra, atau diesel environment x-treme.
PertaDEX sudah akan tersedia di tiga stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di Jakarta pada tanggal 13 dan 14 Agustus 2005. Tepatnya di wilayah Rawamangun, Kemayoran, dan khusus untuk Jakarta Selatan tempatnya akan ditentukan kemudian. Mengenai harga per liternya belum diputuskan, tetapi kemungkinan besar akan berkisar antara Rp 4.000-Rp 6.000. Warna PertaDEX yang bening membuatnya dapat dengan mudah dibedakan dari solar yang berwarna kebiru-biruan yang dijual dengan harga Rp 2.100 per liter.
PertaDEX yang kandungan partikelnya maksimum hanya 300 particles per million (ppm) sangat cocok digunakan untuk mesin diesel common-rail. Dengan demikian, diharapkan persoalan filter bahan bakar tersumbat yang selama ini dialami oleh mesin diesel common-rail dapat diatasi.
Pada mesin diesel common-rail, bahan bakar diberikan tekanan tinggi lewat pompa (bertekanan tinggi) yang digerakkan secara elektronis. Bahan bakar bertekanan tinggi itu ditampung dalam pipa penampung (rail) sebelum disalurkan secara independen ke setiap nozzle, sesuai putaran mesin dan urutan pembakaran di setiap silinder.
Dengan teknologi common-rail, pembakaran pada mesin diesel menjadi lebih efektif, lebih bersih, dan hemat dalam mengonsumsi bahan bakar. Tingkat kebisingan pun menurun drastis, yang antara lain juga diakibatkan menurunnya rasio kompresi. Pada mesin diesel common-rail, perbandingan tekanan 1:18, lebih rendah daripada mesin diesel biasa yang berkisar antara 1:20 sampai 1:25.
Namun, mesin diesel common rail mempersyaratkan solar yang kandungan partikelnya maksimum 500 ppm. Kendati, beberapa merek tertentu masih bisa memberikan toleransi sampai maksimum 1.000 ppm.
Selama ini, mobil-mobil bermesin diesel common-rail mengalami masalah, karena solar yang tersedia di pasar kandungan partikelnya 4.000-5.000 ppm, hampir sepuluh kali lipat di atas ambang batas yang dapat ditoleransi. Akibatnya filter bahan bakar mudah tersumbat, dan mesin pun mati karena suplai solar ke ruang bakar terputus. Dengan demikian, mobil harus bolak balik ke bengkel untuk membersihkan atau mengganti filter bahan bakar.
Menanggapi permintaan
Arman Siswandi dari Kelompok Ahli Pengembangan Pasar BBM, PT Pertamina (Persero), mengemukakan, penyediaan PertaDEX itu dilakukan untuk menanggapi permintaan konsumen akan bahan bakar solar yang kandungannya partikelnya sekitar 500 ppm.
Dari survei yang diadakan, diketahui bahwa di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi ada sekitar 4.800 sampai lebih 5.000 unit mobil bermesin diesel yang menggunakan teknologi common-rail. Itu sebabnya pada tahap awal Pertamina akan memasarkan PertaDEX sebanyak 4.000 kiloliter per hari.
Agar kualitas PertaDEX tetap terjaga, maka penyaluran PertaDEX akan dilakukan oleh mobil-mobil milik Pertamina sendiri dari kilang di Balongan langsung ke SPBU. Dan, lepas kilang, partikel yang dikandung PertaDEX 287 ppm. Melalui proses transportasi dan penyimpanan di SPBU, Arman Siswandi memperkirakan partikel yang dikandung PertaDEX akan meningkat dari 287 ppm menjadi maksimum 300 ppm.
Selain memenuhi persyaratan untuk mesin diesel yang menggunakan teknologi common-rail, PertaDEX juga ramah lingkungan. Sebab itu, PertaDEX juga baik digunakan oleh mobil yang bermesin diesel biasa atau diesel turbo. Jika kualitas solarnya lebih baik, tentunya pembakaran lebih efektif sehingga konsumsi bahan bakar pun lebih efisien, kata Arman Siswandi.
Sebelum dipasarkan, PertaDEX (287 ppm) diuji coba secara saksama dengan menggunakan mobil Toyota Innova Diesel yang menggunakan teknologi common-rail. Dengan menggunakan PertaDEX, Toyota Innova Diesel itu menempuh rute Merak-Jakarta-Bandung pergi pulang (pp) sampai menembus angka 10.000 kilometer. Bukan itu saja, Toyota Innova Diesel itu juga diuji coba di laboratorium di Pusat Penelitian llmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong. Walaupun dikendarai secara Spartan, getaran mesin Toyota Innova Diesel hampir tidak terasa, knalpotnya pun tidak mengeluarkan asap.
Saat menempuh perjalanan dari Puspiptek, Serpong, ke Bandung lewat jalan tol Cipularang, hari Jumat (5/8) lalu, Toyota Innova Diesel melaju secara mulus. Kendati dipacu sampai 120 kilometer per jam di ruas jalan yang menanjak, suara mesin tetap halus, getaran tidak terasa, dan asap pun tidak tampak keluar dari knalpot.
Suara mesin yang bergemuruh, bodi yang bergetar, dan knalpot yang mengeluarkan asap hitam, yang menjadi ciri khas mobil bermesin diesel, sama sekali tidak muncul pada mesin diesel common-rail yang menggunakan PertaDEX. Asap hitam, enggaklah ya! (JL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar